perikanan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Ikan Kakap ( Lates calcalifer ) adalah
jenis ikan laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan banyak digemari, baik
untuk dikonsumsi masyarakat atau untuk komoditas ekspor.Produksi ikan kakap di Indonesia terutama
dihasilkan dari tangkapan nelayan di laut. Ikan Kakap dapat dipelihara dengan
baik dalam perairan payau maupun dalam jarring apung di laut. Dengan SR yang
lebih besar dari ikan kerapu yakni sekitar 35 %. Ikan ini menjadi komoditas
yang sangat menarik untuk usaha budidaya, baik dalam skala kecil ataupun skala
besar, karena mempunyai harga yang cukup baik.
Usaha pembenihan dan budidaya ikan kakap putih merupakan
salah satu upaya untuk memanfaatkan kawasan pantai dalam hamparan yang terbatas
dan mengurangi tekanan terhadap sumber daya alam dari kegiatan penangkapan.
Namun keberhasilan pengembangannya sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi,
nilai ekonomis, system pengelolaan yang diterapkan dan keterpaduan pemanfaatan
kawasan pantai. Dengan dikembangkannya teknologi ini diharapkan misi mewujudkan
masyarakat nelayan yang maju, mandiri, sejahtera dan berkeadilan akan tercapai.
Selain itu, kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat pantai semakin
terbuka, serta meningkatnya petani nelayan dan produksi perikanan (Mayunar dan
Genisa, 2002)
.
B.
TUJUAN
`Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini
adalah untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi para mahasiswa tentang
pembenihan ikan kakap ( Lates calcalifer )
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DESKRIPSI
Ikan kakap adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup
besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous
(dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang
menyebabkan ikan kakap dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar.
B. KLASIFIKASI
· Ikan kakap putih
Ikan kakap putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara
lengkap taksonominya adalah sbb:
Phillum
: Chordata
Sub phillum : Vertebrata
Klas
: Pisces
Subclas
: Teleostei
Ordo
:
Percomorphi
Famili
:
Centroponidae
Genus
: Lates
Species
: Lates calcarifer
· Ikan Kakap Merah
Ikan kakap merah keluarga Lutjanidae mempunyai
klasifikasi sebagai berikut (Saanin, 1984) :
Filum
&nrsp;
: Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas
: Pisces
Sub kelas :
Teleostei
Ordo
: Percomorphi
Sub ordo :
Perciodea
Famili
:
Lutjanidae
Sub famili : Lutjanidae
Genus
: Lutjanus
Spesies
: Lutjanus sp.
C. CIRI-CIRI MORFOLOGIS
· Ikan Kakap Putih
a.
Badan memanjang, gepeng dan batang
sirip ekor lebar.
b. Pada waktu masih burayak (umur 1 ~ 3
bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi gelondongan (umur 3 ~ 5 bulan)
warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat kebiru-biruan yang
selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap.
c.
Mata berwarna merah cemerlang.
d. Mulut lebar, sedikit serong dengan
geligi halus.
e.
Bagian atas penutup insang terdapat
lubang kuping bergerigi.
f.
Sirip punggung berjari-jari keras 3
dan lemah 7 ~ 8. Sedangkan bentuk sirip ekor bulat.
· Ikan Kakap Merah
Ciri-ciri kakap merah (Lutjanus sp.) mempunyai tubuh
yang memanjang dan melebar, gepeng atau lonjong, kepala cembung atau sedikit
cekung. Jenis ikan ini umumnya bermulut lebar dan agak menjorok ke muka, gigi
konikel pada taring-taringnya tersusun dalam satu atau dua baris dengan
serangkaian gigi caninnya yang berada pada bagian depan. Ikan ini mengalami
pembesaran dengan bentuk segitiga maupun bentuk V dengan atau tanpa penambahan
pada bagian ujung maupun penajaman. Bagian bawah pra penutup insang bergerigi
dengan ujung berbentuk tonjolan yang tajam. Sirip punggung dan sirip duburnya
terdiri dari jari-jari keras dan jari-jari lunak.
Sirip punggung umumnya berkesinambungan dan berlekuk pada
bagian antara yang berduri keras dan bagian yang berduri lunak. Batas belakang
ekornya agak cekung dengan kedua ujung sedikit tumpul. Warna sangat bervariasi,
mulai dari yang kemerahan, kekuningan, kelabu hingga kecoklatan. Ada yang
mempunyai garis-garis berwarna gelap dan terkadang dijumpai adanya bercak
kehitaman pada sisi tubuh sebelah atas tepat di bawah awal sirip punggung
berjari lunak. Pada umumnya berukuran panjang antara 25 – 50 cm, walaupun tidak
jarang mencapai 90 cm (Gunarso, 1995). Ikan kakap merah menerima berbagai
informasi mengenai keadaan sekelilingnya melalui beberapa inderanya, seperti
melalui indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, peraba, linea lateralis
dan sebagainya.
D. MAKANAN DAN KEBIASAAN MAKAN
Menurut Effendi (1997), makanan merupakan faktor pengendali
yang penting dalam menghasilkan sejumlah ikan disuatu perairan, karena
merupakan faktor yang menentukan bagi populasi, pertumbuhan dan kondisi ikan di
suatu perairan. Di alam terdapat berbagai jenis makanan yang tersedia bagi ikan
dan ikan telah menyesuaikan diri dengan tipe makanan khusus dan telah
dikelompokkan secara luas sesuai dengan cara makannya, walaupun dengan
macam-macam ukuran dan umur ikan itu sendiri (Nikolsky, 1963)
Menurut Moyle dan Chech (1988), ikan dapat dikelompokkan
berdasarkan jumlah dan variasi makanannya menjadi euryphagous yaitu ikan
yang memakan berbagai jenis makanan; stenophagous yaitu ikan yang
memakan makanan yang sedikit jenisnya; dan monophagous yaitu ikan yang
hanya memakan satu jenis makanan saja. Menurut Effendi (1997), kebiasaan
makanan adalah jenis, kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan,
sedangkan kebiasaan cara makan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
waktu, tempat dan bagaimana cara ikan memperoleh makanannya. Effendi (1997)
menambahkan bahwa faktorfaktor yang menentukan suatu jenis ikan akan memakan
suatu jenis oeganisme adalah ukuran makanan, ketersediaan makanan, warna, rasa,
tekstur makanan dan selera ikan terhadap makanan.
Selanjutnya dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi jenis
dan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh suatu spesies ikan adalah umur, tempat
dan waktu. Jenis ikan kakap umumnya termasuk ikan buas, karena pada umumnya
merupakan predator yang senantiasa aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal).
Aktivitas ikan nokturnal tidak seaktif ikan diurnal (siang hari).
Gerakkannya lambat, cenderung diam dan arah geraknya tidak dilengkapi area yang
luas dibandingkan ikan diurnal. Diduga ikan nokturnal lebih
banyak menggunakan indera perasa dan penciuman dibandingkan indera
penglihatannya. Bola mata yang besar menunjukkan ikan nokturnal menggunakan
indera penglihatannya untuk ambang batas intensitas cahaya tertentu, tetapi
tidak untuk intesitas cahaya yang kuat (Iskandar dan Mawardi, 1997).
Ikan kakap lebih suka memangsa jenis-jenis ikan. Adapun
mangsa lain berupa jenis kepiting, udang, jenis crustacea, gastropoda serta
berbagai jenis plankton utamanya urochordata. Umumnya kakap merah yang berukuran
besar, baik panjang maupun tinggi tubuhnya, memangsa jenis-jenis ikan maupun
invertebrata berukuran besar yang ada di dekat permukaan di perairan karang.
Jenis kakap merah ini biasanya menghuni perairan pantai berkarang hingga
kedalaman 100 meter, hidup soliter dan tidak termasuk jenis ikan yang
berkelompok. Mereka umumnya dilengkapi dengan gigi kanin yang merupakan
adaptasi sehubungan dengan tingkah laku makannya, agar mangsa tidak mudah
lepas.
E. SIFAT HIDUP DAN PEMIJAHAN
Ikan kakap tergolong diecious yaitu ikan ini terpisah
antara jantan dan betinanya. Hampir tidak dijumpai seksual dimorfisme atau beda
nyata antara jenis jantan dan betina baik dalam hal struktur tubuh maupun dalam
hal warna. Pola reproduksinya gonokorisme, yaitu setelah terjadi
diferensiasi jenis kelamin, maka jenis seksnya akan berlangsung selama
hidupnya, jantan sebagai jantan dan betina sebagai betina. Jenis ikan ini
rata-rata mencapai tingkat pendewasaan pertama saat panjang tubuhnya telah
mencapai 41–51% dari panjang tubuh total atau panjang tubuh maksimum. Jantan
mengalami matang kelamin pada ukuran yang lebih kecil dari betinanya.
Kelompok ikan yang siap memijah, biasanya terdiri dari
sepuluh ekor atau lebih, akan muncul ke permukaan pada waktu senja atau malam
hari di bulan Agustus dengan suhu air berkisar antara 22,2–25,2ºC. Ikan kakap
jantan yang mengambil inisiatif berlangsungnya pemijahan yang diawali dengan
menyentuh dan menggesek-gesekkan tubuh mereka pada salah seekor betinanya.
Setelah itu baru ikan-ikan lain ikut bergabung, mereka berputarputar membentuk
spiral sambil melepas gamet sedikit di bawah permukaan air. Secara umum ikan
kakap merah yang berukuran besar akan bertambah pula umur maksimumnya
dibandingkan yang berukuran kecil. Ikan kakap yang berukuran besar akan mampu
mencapai umur maksimum berkisar antara 15–20 tahun, umumnya menghuni perairan
mulai dangkal hingga kedalaman 60–100 meter (Gunarso, 1995).
F. HABITAT
Ikan kakap umumnya menghuni daerah perairan karang ke
daerah pasang surut di muara, bahkan beberapa spesies cenderung menembus sampai
ke perairan tawar. Jenis kakap berukuran besar umumnya membentuk gerombolan
yang tidak begitu besar dan beruaya ke dasar perairan menempati bagian yang
lebih dalam daripada jenis yang berukuran kecil. Selain itu biasanya kakap
merah tertangkap pada kedalaman dasar antara 40–50 meter dengan substrat
sedikit karang dan salinitas 30–33 ppt serta suhu antara 5- 32ºC (Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perikanan, 1991). Jenis yang berukuran kecil
seringkali dijumpai beragregasi di dekat permukaan perairan karang pada waktu
siang hari. Pada malam hari umumnya menyebar guna mencari makanannya baik
berupa jenis ikan maupun crustacea. Ikan-ikan berukuran kecil untuk beberapa
jenis ikan kakap biasanya menempati daerah bakau yang dangkalatau daerah-daerah
yang ditumbuhi rumput laut. Potensi ikan kakap merah jarang ditemukan dalam
gerombolan besar dan cenderung hidup soliter dengan lingkungan yang beragam
mulai dari perairan dangkal, muara sungai, hutan bakau, daerah pantai sampai
daerah berkarang atau batu karang.
BAB III
PEMBAHASAN
A. PERSYARATAN LOKASI
Keberhasilan dalam operasional
pembenihan kakap putih sangat tergantung pada lokasi yang tepat, hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam melakukan pemilihan lokasi adalah sebagai berikut :
1. Sumber Air Laut
Sumber air laut yang dipergunakan untuk pembenihan harus
bersih dan jernih sepanjang tahun, dengan perubahan salinitas relatif kecil.
Lokasi yang sesuai biasanya di teluk yang terlindung dari gelombang/arus kuat
dan terletak di lingkungan pantai yang berkarang dan berpasir. Lokasi juga
harus jauh dari buangan sampah pertanian dan industri. Persyaratan teknis kimia
dan fisika yang memenuhi syarat adalah sebagai berikut :
· Salinitas : 28 – 35
· pH : 7,8 - 8,3
· Alkalinitas : 33 - 60 ppm
· Bahan organik : < 10 ppm
· Amoniak : < 2 ppm
· Nitrit : < 1 ppm
· Suhu : 30 - 330C
· Kejernihan : maksimum
2. Sumber Air Tawar
Air tawar dibutuhkan untuk menurunkan salinitas air laut
yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan. Selain itu air tawar juga digunakan
untuk mencuci bak dan peralatan pembenihan lainnya agar tidak mudah berkarat.
3. Sumber Listrik
Pembenihan tidak dapat dioprasikan tanpa listrik. Listrik
sangat penting sebagai sumber tenaga untuk menjalankan peralatan pembenihan
seperti blower, pompa air dan sistim penunjang lainnya. Pemasangan generator
mutlak diperlukan terutama untuk daerah yang sering tejadi pemadaman aliran
listrik.
4. Topography
Lokasi pembenihan harus terletak pada daerah bebas banjir,
ombak dan pasang laut. Lokasi tersebut juga harus terdiri dari tanah yang
padat/kompak. Walaupun pembenihan skala rumah tangga secara keseluruhan
berskala kecil, namun bak pemeliharaan larva tetap bertonase besar sehingga
tanah dasar haruslah dipilih yang cukup stabil, misalnya menghindari bekas
timbunan sampah agar kekuatan bak terjamin.
B. FASILITAS DAN PERALATAN
LAPANGAN
1. Fasilitas
Fasilitas yang diperlukan dalam unit pembenihan kakap skala
kecil cukup sederhana yaitu pompa, bak penampungan air tawar dan air laut, bak
pakan alami, bak pemeliharaan larva dan bak penetasan artemia, aerator/blower
dan perlengkapannya serta peralatan lapangan sebagai penunjangnya.
a. Pompa
Pompa
diperlukan untuk mendapatkan air laut maupun air tawar. Apabila air laut
relatif bersih dapat langsung dipompakan ke bak penyaringan dan disimpan dalam
bak penampungan air. Jika sumber air laut relatif keruh dan banyak mengandung
partikel lumpur, maka air laut di sedimentasikan dalam bak pengendapan,
selanjutnya bagian permukaan air yang relatif jernih di pompa ke bak
penyairngan, spesifikasi pomapa hendaknya dipilih dengan baik karena ukuran
pompa tergantung pada jumlah air yang diperlukan persatuan waktu, disarankan
untuk HSRT dengan kapasitas 3 bak pemeliharaan larva masing-masing dengan kapasitas 10 m3 air, ukuran pompa 1,5 inci.
b.
Bak
Penampungan Air Tawar dan Air Laut
Bak penampungan air dibangun pada ketinggian sedemikian rupa
sehingga air dapat didistribusikan secara gravitasi ke dalam bak-bak dan sarana
lainnya yang memerlukan air (laut, tawar bersih). Bak terbuat dari semen dan
sebaiknya volume bak minimal sama dengan volume bak pemeliharaan larva. Bila
tidak ada bak penampungan khusus dapat mengunakan bak pemeliharaan larva yang
difungsikan sebagai bak penampungan air, kemudian dialirkan dengan menggunakan
pompa submarsibel.
c.
Bak Pemeliharaan larva
Bak pemeliharaan larva dapat terbuat dari semen, fiber glass
atau konsstruksi kayu yang dilapisi plastik, masing-masing bahan mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Ukuran bak dapat dibuat sesuai dengan kemampuan dan
target produksi yang ingin dicapai, tetapi disarankan kapasitas/volumenya
minimal 10 m3
karena bak dengan volume yang lebih
kecil stabilitas suhunya kurang terjamin. Tinggi bak antara 1,2 - 1,5 m, bak
yang terlalu tinggi akan meyulitkan dalam pengelolaan sehari-hari.
Bentuk bak bisa bulat atau segi empat. Tergantung besarnya
dana dan selera. Yang harus diperhatikan dalam hal bentuk dan ukuran bak adalah
tidak menyulitkan dalam pengelolaan sehari-hari juga memudahkan sirkulasi air.
Bak dengan bentuk bulat, saluran pembuangannya terletak di tengah dengan dasar
miring (kemiringan 5%) ke tengah (ke saluran pembuangan). Pada saluran
pembuangan dapat dipasang pipa tegak untuk mengatur dan mengontrol ketinggian
air.
Bak segi empat sebaiknya berbentuk memanjang untuk
memudahkan pergantian air dan pada sudut-sudutnya tidak boleh mempunyai sudut
mati (sudut yang tajam). Sudut yang tajam akan meyebabkan sirkulasi air tidak
sempurna sehingga sisa metabolit dan kotoran lain terkumpul pada sudut bak,
disamping itu sudut yang tajam juga akan menyulitkan dalam pembersihan bak.
Pada bak dalam bentuk segi empat saluran pemasukan dan pembuangan air diletakkan
pada sisi yang berlawanan, pada saluran pembuangan dapat dipasang pipa tegak
(pipa goyang) untuk mengatur dan mengontrol ketinggian air. Dasar bak dibuat
miring dengan kemiringan 5% agar memudahkan dalam pembersihan bak. Selain itu
dinding dan dasar bak harus halus agar tidak mudah ditempeli kotoran, jamur dan
parasit serta tidak menyulitkan dalam pembersihan bak.
Untuk keperluan pemanenan benih, baik pada bak bentuk bulat
maupun bentuk segi empat pada ujung saluran pembuangannya dilengkapi dengan bak
berukuran kecil untuk menempung benih yang akan dipanen. Bak pemeliharaan larva
memerlukan penutup di atasnya untuk mencegah masuknya kotoran dan benda asing
yang tidak dikehendaki serta melindungi bak pemeliharaan dari air hujan. Tutup
bak dapat terbuat dari plastik dan sebaiknya berwarna gelap untuk melindungi
air/media pemeliharaan larva dari penyinaran matahari yang berlebihan, sehingga
mencegah terjadinya blooming plankton pada medium air pemeliharaan larva.
Selain itu penutup bak juga dapat mencegah terjadinya fluktuasi suhu yang
terlalu tinggi serta dapat menaikkan suhu pada bak pemeliharaan larva.
c.
Bak
Kultur Plankton
Plankton
(fito dan zooplankton) mutlak diperlukan sebagai pakan bagi pemeliharaan larva
kakap putih yaitu saat larva mulai mengambil/membutuhkan makanan dari
lingkungannya karena cadangan makanannya yang berupa kuning telur sudah habis.
Selain sebagai pakan alami, fitoplankton juga berfungsi sebagai pengendali
kualitas air dan pakan bagi kultur zooplankton/rotifer. Bak untuk kultur
plankton dapat dibuat dengan konstruksi kayu yang dilapisi plastik, karena
volume yang dibutuhkan tidak terlalu besar. Ukuran bak cukup 2 x 2 x 0,6 meter
masing-masing 4 buah untuk kultur fitoplankton dan 4 buah lagi untuk kultur
zooplankton (masing-masing bak kultur plankton termasuk bak cadangan). Jumlah
dan ukuran bak kultur plankton sebesar itu cukup untuk menyediakan pakan alami
satu sikles pemeliharaan (3 bak pemeliharaan larva dengan kapasitas 10 m3).
d.
Bak
Penetasan Artemia
Makanan alami
lain yang dibutuhkan bagi kehidupan larva adalah Artemia salina. Artemia yang
beredar di pasaran umum adalah berupa cyste atau telur, sehinga untuk
memperoleh naupli artemia yang siap diberikan pada larva sebagai makanan harus
ditetaskan terlebih dahulu. Untuk memperoleh naupli, cyste dapat langsung
ditetaskan atau didekapsulasi dahulu sebelum ditetaskan.
Bak penetasan
artemia dapat terbuat dari fiber glass atau plastic berbentuk kerucut yang pada
bagian ujung kerucutnya dilengkapi stop kran untuk pemanenan naupli artemia.
Bentuk kerucut merupakan alternatif terbaik karena hanya dengan satu batu
aerasi di dasar kerucut dapat mengaduk seluruh air di dalam bak penetasan
secara merata, sehinga cyste dapat menetas dengan baik karena tidak ada yang
mengendap atau melekat di dasar bak. Volume bak penetasan sebaiknya minimal 25
- 30 liter untuk menetaskan cyste artemia sebanyak 150 – 200 gram.
\
e. Aerator
Larva
memerlukan oksigen terlarut dalam air untuk proses metabolism dalam tubuhnya,
selain itu gelembung udara yan dihasilkan oleh aerator dapat mempercepat proses
penguapan berbagai gas beracun dari medium air pemeliharaan larva. Selain
pertimbangan harga, aerator sebaiknya bentuk dan ukurannya kecil, kekuatan
tekanannya cukup besar (sampai kedalaman 1 - 1,2 m) serta kebutuhan listriknya
kecil. Perlengkapan lain dari aerator adalah batu aerasi, slang aerasi dan
penatur aerasi untuk mengatur tekanan udara.
2. Peralatan Lapangan
Untuk menunjang
pengelolaan pembenihan sehari-hari diperlukan beberapa ember plastik, antara
lain untuk menampung makanan sebelum diberikan ke larva, ember panen untuk
menampung dan menghitung benih serta ember untuk menyaring air saat disiphon.
Peralatan lain adalah gayung untuk menebarkan pakan, blender untuk mengaduk dan
menghaluskan pakan buatan bila diperlukan, saringan pakan (plankton net)
berbagai ukuran sesuai dengan lebar bukaan mulut larva serta slang air dari
berbagai ukuran sesuai kebutuhan.
B. TEKNIK PEMELIHARAAN
1. Pemeliharaan Induk
- Wadah yang digunakan untuk pemeliharaan
induk, berupa bak beton berbentuk bulat berdiameter 10 m dan kedalaman 3 m,
kapasitas dari bak induk 230 m3.
-
Jenis pakan yang diberikan berupa
ikan rucah segar, diberikan setiap hari dengan jumlah 3 — 5% berat total tubuh
ikan.
-
Penggantian air dilakukan setiap
hari dengan menggunakan system sirkulasi 200 — 300 % dengan debit air di
saluran inlet sekitar 5 liter/detik.
2. Sampling Kematangan Gonad
-
Induk betina sudah mencapai lebih
dari 3 kg, sedangkan untuk induk jantan berumur lebih dari 2 tahun dengan bobot
lebih dari 2 kg.
-
Induk kakap betina yang matang gonad
ditandai dengan perut membesar bila diraba akan terasa lembek, warna tubuhnya
kehitaman/kelabu, lubang genitalnya terlihat agak membuka dan memerah serta
bila distriping keluar cairan kekuning-kuningan.
-
Sedangkan ciri induk jantan yang
matang gonad warna tubuhnya semakin cerah dan mengkilap dan bila distriping
keluar cairan putih susu (sperma).
3. Pemijahan
-
Pemijahannya dengan system alami
melalui rangsangan manipulasi lingkungan pada bak pemeliharaan yang merangkap
bak pemijahan.
-
Induk akan memijah sore sampai malam
hari sekitar pukul 18.00 —22.00 WIB.
-
Pemijahan ditandai terjadinya
kejar-kejaran induk jantan dan betina
-
Induk betina terlebih dahulu
mengeluarkan telur disusul dengan induk jantan mengeluarkan sperma dan
pembuahan terjadi diluar tubuh ikan.
-
Telur hasil pemijahan dengan
sendirinya akan keluar terbawa air melalui saluran outlet dan tertampung di egg
collector bermata jaring 200 — 500 mikro.
1. Pemanenan Telur
-
Ukuran egg collector 125 x 50 x 75
cm dengan mata jarring 200 — 500 mikro.
-
Kerangka dibuat dan pipa berdiameter
1 inci berbentuk persegi panjang.
-
Pemanenan dilakukan pada pagi hari
dengan mengalirkan air laut secara terus menerus
-
Jika telur ada, telur dipanen
menggunakan seser (scope net) dengan ukuran lubang 200 mikro dan ditampung di
dalam 5 liter sudah berisi air laut.
2. Inkubasi Telur
-
Inkubasi telur dilakukan setelah
pemanenan telur yaitu antara pukul 06.30—07.00 WIB.
-
Wadah yang digunakan berupa akuarium
berkapasitas 100 liter.
-
Telur yang sudah dipanen dimasukkan
ke dalam akuarium yang sudah diisi air dengan volume 80 — 90 liter dan diberi
aerasi yang cukup agar telur yang akan dihitung menyebar rata.
3. Pemeliharaan Larva
Sebelum larva
dipindahkan (kira-kira 1 - 2 hari sebelumnya), bak pemeliharaan larva harus
dicuci dengan air tawar dan disikat lalu dikeringkan selama 1 - 2 hari.
Membersihkan bak dapat juga dilakukan dengan cara membilaskan larutan sodium
hypokhlorine 150 ppm pada dinding bak, selanjutnya dikeringkan selama 2 - 3 jam
untuk menghilangkan chlorine yang bersifat racun.
Air media
pemeliharaan larva yang bebas dari pencemaran dengan suhu 26 - 280C dan salinitas 29 - 32 ppt diisikan
ke dalam bak dengan cara disaring dengan penyaring pasir atau kain penyaring
untuk menghindari kotoran yang terbawa air laut. Untuk mensuplai oksigen bak
dilengkapi sistim aerasi dan batu aerasi yang diletakkan secara terpencar agar
merata keseluruhan air di dalam bak. Larva yang baru menetas mempunyai panjang
total 1,21 - 1,65 mm, melayang dipermukaan air dan berkelompok dekat aerasi.
Umur 30 hari larva ditempatkan di dalam bak yang terlindung
dari pengaruh langsung sinar matahari (semi out door tanks). Padat penebaran
awal dalam bak pemeliharaan adalah 70 - 80 larva/liter volume air. Pada hari 8
- 15 tingkat kepadatan dikurangi menjadi 30 – 40 larva/liter, setelah hari ke
16 kepadatan larva diturunkan menjadi 20 – 30 larva/liter, karena pada umur ini
larva sudah menunjukan perbedaan ukuran dan sifat kanibalisme.
Tabel 1. Padat Penebaran Larva Kakap
yang Dipelihara Sampai Umur 30Hari.
Umur
larva (hari)
|
Jumlah
larva/liter
|
1
- 7
8
-15
16
- 23
|
30
- 40
70
- 80
20
- 30
|
4. Pemberian Pakan Alami
Sejak pertama larva sudah harus diberi Chlorella
dan Tetraselmis, selain sebagai pakan larva, berfungsi pula sebagai pengendali
kualitas air dan pakan Rotifer. Padat penebaran untuk Tetraselmis adalah 8 - 10
x 1000 sel/ml sedangkan untuk Chlorella adalah 3 - 4 x 10.000 sel/ml. Umur 2
hari, larva sudah mulai membuka mulut, pada saat ini hingga hari ke 7 ke dalam
bak ditambahkan Rotifera (Brachionus plicatilis) dengan padat penebaran 5-7
individu/ml. Pada hari ke 8 sampai hari ke 14 pemberian Rotifera ditingkatkan
jumlahnya menjadi 8 - 15 individu/ml. Pada umur 15 hari larva mulai diberi
pakan Artemia dengan kepadatan 11 – 2 individu/ml. Setelah berumur 30 hari,
dengan panjang badan 12 - 15 mm larva sudah dapat memakan cacahan daging segar.
Adapun jenis dan jumlah pakan yang diberikan pada larva
kakap putih dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Jenis dan jumlah pakan yang
diberikan pada larva kakap
Jenis
Pakan
|
Jumlah
Pakan
|
Umur
(hari)
|
Frekuensi
(kali/hari)
|
Alga
bersel satu :
-
Tetraselmis sp
- Chlorella sp
|
8
- 10 - 1000 sel/ml
3 - 4 x 10.000 sel/ml
|
1
- 14
1 - 14
|
1
1
|
Rotefera
:
Bractionus
sp
Nauplii Artemia
|
5
- 7 individu/ml
8
- 15 individu/ml
2 - 3 individu/ml
|
3
- 7
8
- 14
15 - 20
|
4
4
2 - 3
|
Cacahan daging ikan sesuai
kebutuhan 20 >
|
1. Pengelolaan Air
Pengelolaan air yang baik dapat memberikan pertumbuhan larva
yang cepat dengan tingkat keluluran hidup (survival rate) lebih tinggi. Dalam
hal ini yang terpenting adalah agar selalu mempertahankan lingkungan yang
optimal untuk pertumbuhan dan kehidupan larva. Disamping itu perubahan yang
bersifat mendadak atau lingkungan yang tidak mendukung akan mengakibatkan
kematian larva, untuk menekan tingkat kematian disamping perlu diperhatikan
masalah sanitasi dan pengaturan pakan yang seksama perlu diperhatikan
pengelolaan air yang baik. Pada pemeliharaan larva kakap putih
penggantian air dilakukan mulai pada hari ke 13 sebanyak 10 - 20% hari sampai
hari ke 14. Pada hari ke 15 sampai hari ke 25 penggantian air sebanyak 30 -
40%, dilakukan secara penyiponan.
2. Penggolongan Ukuran (Grading)
Pemeliharaan larva kakap dalam lingkungan terbatas dengan
persaingan pakan dan ruangan akan mengakibatkan pertumbuhan yang tidak merata.
Penggolongan ukuran (grading) dimaksudkan untuk mencegah saling memakan sesama
larva (kanibalisme), oleh karena ikan kakap mempunyai sifat karnifor (ikan
pemangsa). Sifat kanibal pada larva kakap akan semakin kelihatan saat mulai
makan artemia (± 10 hari). Wadah yang digunakan untuk penggolongan ukuran
terbuat dari plastik yang dilubangi dinding-dindingnya dengan ukuran tertentu
pula, ukuran lubang bervareasi antara 2,5 - 10 mm.
Penggolongan ukuran dilakukan dengan cara memasukkan baskom
plastik ke dalam bak pemeliharaan di atas aerasi, agar ikan yang ukuran lebih
kecil dari lubang dapat lolos dan larva yang lebih besar tidak dapat
lolos, selanjutnya larva yang ukurannya lebih besar dipisahkan dan dilakukan
lagi pengolongan ukuran dengan menggunakan baskom yang mempunyai lubang ukuran
lebih besar. Cara ini akan memisahkan ikan ke dalam beberapa ukuran tertentu
dan mempermudah pengelolaannya. Penggolongan ukuran dilakukan dua kali yaitu
penggolongan pertama pada hari ke 10-14 dan penggolongan kedua pada hari ke 20
- 25. Ukuran lubang bervareasi antara 2,5 - 10 mm.
3. Panen
Cara panen tergantung dari bentuk dan kapasitas pemeliharaan
untuk bak yang memiliki saluran keluar akan lebih mudah dilakukan dengan
menempatkan arus air keluar. Sedangkan yang tanpa saluran keluar, panen
dilakukan dengan cara mengurangi air pada bak pemeliharaan sampai kedalaman
tinggal 10 – 20 cm, kemudian benih ditangkap dengan scopnet. Agar larva kakap
tidak mengalami stress pada saat panen, dilakukan secara hati-hati dan pada
penampungan sementara diberi aerasi secukupnya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Keberhasilan dalam operasional pembenihan
kakap putih sangat tergantung pada lokasi yang tepat
2. Fasilitas yang diperlukan dalam unit
pembenihan kakap skala kecil cukup sederhana yaitu pompa, bak penampungan air
tawar dan air laut, bak pakan alami, bak pemeliharaan larva dan bak penetasan
artemia, aerator/blower dan perlengkapannya serta peralatan lapangan sebagai
penunjangnya.
3. Larva yang baru menetas mempunyai
panjang total 1,21 - 1,65 mm, melayang dipermukaan air dan berkelompok dekat
aerasi.
4. Sejak pertama larva sudah harus
diberi Chlorella dan Tetraselmis, selain sebagai pakan larva, berfungsi pula
sebagai pengendali kualitas air dan pakan Rotifer.
5. Pengelolaan air yang baik dapat
memberikan pertumbuhan larva yang cepat dengan tingkat keluluran hidup (survival
rate) lebih tinggi
6. Penggolongan ukuran (grading)
dimaksudkan untuk mencegah saling memakan sesama larva (kanibalisme)
7. Cara panen tergantung dari bentuk
dan kapasitas pemeliharaan untuk bak yang memiliki saluran keluar akan lebih
mudah dilakukan dengan menempatkan arus air keluar. Sedangkan yang tanpa
saluran keluar, panen dilakukan dengan cara mengurangi air pada bak
pemeliharaan sampai kedalaman tinggal 10 – 20 cm, kemudian benih ditangkap
dengan scopnet
A. SARAN
1. Lokasi pembenihan harus terletak
pada daerah bebas banjir, ombak dan pasang laut
2. Sumber air laut yang dipergunakan
untuk pembenihan harus bersih dan jernih sepanjang tahun, dengan perubahan
salinitas relatif kecil
3. Untuk keperluan pemanenan benih, baik
pada bak bentuk bulat maupun bentuk segi empat maka, pada ujung saluran
pembuangannya dilengkapi dengan bak berukuran kecil untuk menempung benih yang
akan dipanen
4. Agar larva kakap tidak mengalami stress pada
saat panen, dilakukan secara hati-hati dan pada penampungan sementara diberi
aerasi secukupnya